PENDIDIK SEBAGAI KHALIFAH
DIMUKA BUMI

Oleh:
Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed

UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011


DAFTAR ISI

A.    TUNTUTAN SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI     3
1.    Pengertian    5
2.    Tugas Pokok dan Fungsi    7
3.    Kondisi Anti-KDMB    11
4.    Pertanggungjawaban    17

B.    TUGAS KEKHALIFAHAN PENDIDIK    20
1.    Tupoksi Pendidik    23
2.    Pertanggungjawaban Pendidik    28

Lampiran    31


































Kondisi kefitrahan manusia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa adalah bahwa manusia ditakdirkan sebagai khalifah di muka bumi atau pemimpin. Hal ini sesuai dengan kualifikasi manusia sebagai pemimpin, yaitu bahwa “setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan itu”.


A.    Tuntutan sebagai Khalifah di Muka Bumi

Diketahui bahwa khalifah di muka bumi (KDMB) itu merupakan arahan Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan manusia sebagai makhluk yang ber-harkat dan maratabat (HMM).  Masalahnya adalah apakah semua manusia memang benar-benar menjadi khalifah yang dimaksudkan itu? Kalau jawabannya ya, semua manusia yang terlahir ke dunia memang menjadi khalifah sebagaimana arahan Sang Maha Pencipta, mengapa harus ada surga dan neraka?. Mengapa surga untuk manusia yang sukses sebagai KDMB dan neraka bagi manusia yang gagal sebagai KDMB? Harus diperhatikan dan dicermati hal-hal yang membuahkan pahala dan mendatangkan dosa?. Mengapa terjadi kejahatan, kebatilan dan kemudharatan yang (bisa) merusak, menghalangi dan membatalkan tindakan yang mulia dan luhur, maslahat dan bermartabat, serta berpahala?. Mengapa mesti ada setan yang mengganggu, menghalangi dan menyesatkan manusia untuk mengembangkan dan menampilkan kemuliaan dirinya sesuai dengan HMM?. Memperhatikan hal-hal tersebut dan juga kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia, dapat dipahami bahwa tidak semua manusia yang terlahir ke dunia memang menjadi KDMB sebagaimana dimaksudkan.
Sebagian manusia memang menjadi khalifah yang sesungguhnya, bahkan menjadi suri tauladan kehidupan kemanusiaan, yaitu pertama-tama para nabi. Kemudian para tokoh yang hidupnya secara penuh dan lurus di jalan kebenaran, dan selanjutnya siapapun juga yang menjalankan kehidupannya dengan menegakkan nilai-nilai moral agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang penuh maslahat dan kemuliaan manusia. Namun sebagian manusia lainnya menjadi manusia yang membawa kerusakan, bencana, kejahatan, kebatilan dan kesengsaraan di muka bumi.
Dalam kaitan dengan hal-hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa siapapun memang dapat atau berkesempatan menjadi manusia selayaknya sebagai KDMB dalam arti yang sesungguhnya, dan sebaliknya, siapapun juga  dapat gagal menjadi KDMB atau KDMB mereka tercederai, atau menjadi manusia yang justru anti-KDMB, atau bahkan menjadi temannya setan. Dengan pemahaman seperti itu, perlu dipertanyakan manusia seperti apa, atau sosok manusia bagaimana yang dapat dikategorikan sebagai KDMB dalam arti yang sesungguhnya itu?

1.    Pengertian

Jawaban atas pertanyaan di atas menjadi amat penting dalam kaitannya dengan upaya pendidikan yang mengarahkan manusia untuk menjadi benar-benar KDMB dan menghindarkan mereka dari kondisi anti-KDMB. Tanpa kejelasan sosok KDMB maka pendidikan yang mengarah kepada manusia berkualitas KDMB, yaitu manusia seutuhnya  sesuai dengan harkat  dan martabat kemanusiaannya (HMM), termasuk di dalamnya kualitas karakter-cerdas yang tinggi, akan sulit mencapai sasaran secara tepat, penuh dan utuh, nyata dan operasional. Untuk menjawab pertanyaan mendasar itu di sini dapat dikemukakan sebagai berikut:







Dalam rumusan di atas terkandung 5 unsur pokok, yaitu: (1) orang atau seseorang, (2) posisi, (3) kewajiban dan kewenangan, (4) tugas pokok dan fungsi, serta (5) tanggung jawab. Status sebagai khalifah di muka bumi (KDMB), sebagaimana dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta dapat atau dimungkinkan untuk dicapai atau diduduki oleh semua orang, siapapun juga, untuk kedudukan atau posisi apapun dan di manapun juga; syaratnya adalah menyandang tugas pokok dan fungsi dalam dalam kategori sebagaimana tersebut di bawah ini mengacu kepada 5 unsur pokok di atas. Segenap syarat yang ada itu dikehendaki untuk teraplikasikan dalam kondisi sesuai dengan nilai-nilai dan norma kemuliaan manusia, termasuk di dalamnya karakter-cerdas.



2.    Tugas Pokok dan Fungsi

Peran sebagai khalifah di muka bumi atau pemimpin itu dimaknai dalam kaitannya dengan posisi pada bidang/wilayah pekerjaan, jabatan, penugasan yang terkait dengan kewajiban dan kewenangan serta pertanggungjawaban di mana seseorang berada di dalam bidang / wilayah / pekerjaan / jabatan yang dimaksud. Tidak terkecuali sebagai pedagang, sopir/pilot, pramugari / pramuria / pramuniaga, penjaga saluran air, polisi, pendidik, suami / istri dan orang tua, pejabat pemerintah dari jabatan terendah sampai tertinggi (presiden, raja), astronot, peneliti, ulama, pemimpin organisasi, dan lain sebagainya; semuanya adalah khalifah di muka bumi atau pemimpin di wilayah/bidang masing-masing, betapapun tinggi/luas atau rendah/sempit wilayah/bidang yang dimaksudkan itu. Dalam wilayah/bidangnya masing-masing, khalifah/pemimpin menyandang tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dengan kategori lima-me, yaitu: (a) memahami, (b) menguasai, (c) memanfaatkan, (d) memelihara dan mengembangkan, serta (e) melestarikan.


a.    Memahami
Seorang pemimpin / khalifah harus memahami dengan sebaik-baiknya, utuh dan menyeluruh segenap hal atau seluk-beluk kondisi yang ada dan terjadi pada posisi di bidang / wilayah yang menjadi tanggungjawabnya ), sekecil / sebesar apapun bidang / wilayah tersebut. Bayangkan apa yang akan terjadi apabila pemahaman itu tidak memadai, atau bahkan salah. Kekacauan atau bahkan kerusakan, atau setidak-tidaknya inefisiensi akan terjadi.

b.    Menguasai
Maknanya adalah bahwa seseorang yang menduduki posisi tertentu memperoleh kuasa untuk menempati posisi dalam bidang/wilayah yang dimaksudkan. Siapa yang memberi kuasa? Yang memberi kuasa adalah pihak yang berkewenangan memberi kuasa, seperti presiden berkuasa karena diberi kuasa oleh rakyat (sesuai dengan Undang-Undang Dasar); guru atau pegawai diberi kuasa melalui terbitnya SK (Surat Keputusan), pedagang diberi kuasa sesuai kaidah-kaidah atau konvensi dalam bidang ekonomi, dan lain sebagainya. Bayangkan kalau kuasa itu diadakan, diambil atau ditegakkan sendiri, akan terjadilah khalifah atau pemimpin “jadi-jadian” atau bahkan palsu.

Memang ada posisi yang ditempati tanpa penugasan dari pihak tertentu, misalnya menjadi suami/istri, guru, seniman, atau relawan dalam kegiatan tertentu yang dilakukan tanpa penunjukan atau penugasan dari siapapun. Apakah orang yang menempati posisi seperti itu bukan pemimpin atau khalifah sehingga terbebas dari tanggung jawab kepemimpinan/kekhalifahan? Dalam kondisi seperti itu, pihak yang memberikan kuasa adalah diri sendiri, sehingga pemegang posisi tersebut harus tunduk pada kemauannya sendiri dengan pertanggungjawabkan penuh atas tupoksi posisi yang dipilih itu. Dengan demikian, dalam kondisi sukarela pun seseorang dapat menjadi pemimpin/khalifah pada posisi yang dipilihnya itu, yang mana hal itu semua harus dipertanggungjawabkan pelaksanaan tupoksinya sebagaimana mestinya.


c.    Memanfaatkan
Untuk suksesnya tupoksi yang disandangnya, pemimpin/khalifah memanfaatkan secara optimal segenap  komponen dan potensi yang ada di dalam bidang/wilayah kekuasaannya, khususnya untuk kesejahteraan/keba-hagiaan/kemaslahatan  seluruh warga yang ada di dalam wilayah kekuasaannya itu. Dalam hal ini, pemimpin/khalifah yang bersangkutan perlu menguasai WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) yang minimal memadai dan mengaplikasikannya secara optimal dalam bidang/wilayah kekuasaannya. Kondisi tersia-siakan atau mubazir, atau terbengkalaikan harus tidak terjadi dalam kekuasaan KDMB.

d.    Memelihara dan Mengembangkan
Pemimpin/khalifah memanfaatkan segenap kekayaan (dalam bentuk kondisi dan potensi) yang ada di wilayah kekuasaannya sambil sekaligus memeliharanya, jangan sampai apa yang ada itu menjadi rusak sehingga tidak bisa dimanfaatkan, dalam kondisi morat-marit tanpa keberesan organisasi,  atau habis tanpa ada penggantinya, ibarat pepatah : “arang habis tungku binasa, makanan tak kunjung tersedia, arang lapar terabaikan begitu saja”.
e.    Melestarikan
Optimalisasi kondisi/potensi yang ada dilakukan oleh pemimpin / khalifah sambil tetap memeliharanya. Lebih jauh, pemimpin / khalifah dituntut pula memiliki visi ke depan, yaitu di samping memelihara dengan baik apa yang ada itu, juga melestarikan keberadaan dan keberlangsungan fungsi-fungsi yang selama ini terselenggara. Orientasi ke depan antargenerasi menjadi bagian dari tupoksi pemimpin/khalifah yang benar-benar bertanggung jawab.

3.    Kondisi Anti-KDMB
Demikianlah arah dasar penyelenggaraan tupoksi oleh KDMB. Masalahnya adalah apakah semua orang yang terlahirkan ke dunia ternyata memang menjadi KDMB? Jawabannya: ternyata tidak. Banyak di antara orang-orang di dunia yang, meskipun menduduki posisi tertentu tetapi tidak menepati lima-me yang dimaksudkan di atas. Orang-orang yang dimaksudkan itu melawan atau bertentangan dengan kaidah-kaidah yang ada di dalam lima-me sehingga perilaku ataupun kinerjanya anti kemuliaan manusia. Mereka menjadi anti-KDMB. Kondisinya dapat digambarkan sebagai berikut.

KDMB : “Lima-me”    Anti KDMB : Anti “Lima-me”

1.    Memahami   
1.    Tidak memahami

a.    Tidak terdidik atau pendidikan rendah dan tidak terlatih untuk posisi yang dimaksudkan.

b.    Merasa bodoh atau tidak peduli; menganggap ringan atau mudah tugas atau pekerjaan dalam posisi dan tupoksinya.

c.    Wawasan sempit atau sangat terbatas tentang pekerjaan atau karir.

d.    Tidak mau belajar atau berlatih.

e.    Mengabaikan atau menolak prinsip bahwa bekerja adalah untuk kemaslahatan diri sendiri dan orang lain, menyejahterakan dan membahagiakan hidup di dunia dan akhirat.

f.    Mengaku-ngaku bisa ternyata tidak tahu apa-apa.


2.    Menguasai   
2.    Tidak diberi kuasa atau penguasaan palsu

a.    Mengangkat diri sendiri secara paksa

b.    Mendapatkan pengangkatan atau posisi yang menyalahi prosedur dan aturan

c.    Mendapatkan pengangkatan atau posisi melalui jalur KKN, karbitan, suka-tidak suka, dan atau transaksi bisnis

d.    Mengalami salah penempatan atau mismatched

e.    Berada dalm kondisi: asal mendapat pekerjaan tanpa persiapan/pelatihan

f.    Mengaku mampu berkarya berdasarkan bobot dan kemampuan diri, padahal penipuan, manipulasi dan ketidakjujuran, serta “menyontek”.



3.    Memanfaatkan   
3.    Tidak memanfaatkan

a.    Masa bodoh, tidak peduli, membiarkan, menelantarkan dan  memubadzirkan.

b.    Berprinsip apa yang menye-nangkan atau menguntung-kan diri sendiri dan/atau “Asal Bapak Senang” (ABS).

c.    Menolak bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk suksesnya tupoksi

d.    Menolak eksplorasi potensi yang ada dan meman-faatkannya seoptimal mungkin.

e.    Bekerja seadanya dan tidak memperhatikan prinsip efektifitas, efisiensi dan berhasil.

f.    Menyerah karena tidak mampu dan tidak berusaha mengatasi persoalan yang dihadapi.


4.    Memelihara dan mengembangkan   
4.    Tidak memelihara / mengembangkan

a.    Mengabaikan nilai-nilai positif yang ada pada posisi dan tupoksinya serta membiarkan nilai-nilai tersebut terdeg-radasi.

b.    Membiarkan kondisi menurun, tidak beres, tidak terkendali

c.    Tidak melihat dan meman-faatkan kemajuan ilmu dan teknologi terkait dengan posisi dan tupoksi

d.    Bekerja asal-asalan, asal jadi, dan tidak berorientasi nilai tambah

e.    Berpinsip “apa yang terjadi terjadilah” tanpa antisipasi dan tindakan nyata untuk meminimalkan aspek-aspek negatif dan memaksimalkan aspek-aspek positif; tidak menjalankan fungsi diagnosis dan remediasi

f.    Menarik diri atau menghindar dari permasalahan yang terjadi terkait dengan posisi dan tupoksinya; menolak tanggungjawab.


5.    Melestarikan   
5.    Tidak melestarikan

a.    Tidak berorientasi ke depan berkenaan dengan posisi dan tupoksinya.

b.    Berprinsip : bekerja adalah untuk hari ini; urusan ke depan adalah tugas orang lain.

c.    Tidak menyiapkan kader sebagai generasi penerus.

d.    Tidak menyayangi ataupun memikirkan nasib generasi mendatang.

e.    Meragukan atau tidak memahami atau tidak peduli terhadap manfaat jangka panjang posisi dan tupoksinya


4.    Pertanggungjawaban

Bagi mereka yang mendahulukan realisasi tupoksi dan peran sebagai KDMB, menepati lima-me dengan lurus dan bagus, penyelenggaraan seluruh tugas pokok dan fungsi tersebut di atas harus dipertanggungjawabkan secara penuh kepada semua pihak terkait, yaitu kepada:
•    Nasabah atau pelanggan atau sasaran layanan. Kedudukan dan peran KDMB pada posisinya itu sesungguhnyalah merupakan pelayan kepada pihak lain di luar dirinya. Dengan tupoksi serta kewenangan yang ada di tangannya KDMB bertanggungjawab menjadikan nasabah (apapun nama dan statusnya) terpenuhi kebutuhan dan pengembangan diri mereka sesuai dengan tupoksi KDMB. Inilah tanggung jawab pertama dan utama KDMB. Di samping itu, pertanggungjawaban juga diberikan kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders) berkenaan pelayanan KDMB dalam posisi yang dimaksud.
•    Atasan. Untuk menduduki posisinya, KDMB pada umumnya diangkat (dengan surat keputusan) oleh pihak tertentu yang merupakan atasannya. Dalam struktur kelembagaan /keorganisasian, posisi KDMB berada dalam kondisi atasan-bawahan sehingga masing-masing KDMB harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tupoksinya kepada atasannya. Di samping kepada pihak pemberi amanat, seseorang pada posisi tertentu juga perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya itu kepada pemangku kepentingan (stakeholders) lain terkait dengan posisi dimaksud.
•    Ilmu/Profesi. Khusus untuk posisi yang di dalamnya terkandung tuntutan penguasaan keilmuan/profesi tertentu, pertanggungjawaban kinerja KDMB terkait secara langsung dengan kaidah-kaidah keilmuan/profesi yang dimaksud. Kinerja yang ternyata malapraktik akan dipersalahkan dan diberi sanksi dalam kaitannya dengan ilmu/profesi tersebut. Asosiasi profesi menuntut pertanggungjawaban seperti itu.
•    Diri sendiri. Seseorang yang menduduki posisi tertentu adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas kualitas penyelenggaraan tupoksi pada posisi yang dimaksud. Segenap pahala dan dosa akibat kinerja dalam tupoksi tersebut menjadi tanggungan diri sendiri sepenuhnya. Oleh karena itu, apabila seseorang hendak mencapai kualitas tertinggi dalam kadar ke-KDMB-an dirinya, maka perlu menyadari bahwa segala akibat pekerjaannya itu akan tertumpah, tertanggung dan tertumpu pada diri sendiri.
•    Tuhan Yang Maha Esa. Ini merupakan pertanggungjawaban tertinggi dan terakhir. Segenap unsur dan sisi kinerja, sampai sebesar biji zarah-pun, tidak luput dari pertanggungjawaban kepada Sang Maha Pencipta yang mengendaki agar manusia yang diciptakan-Nya itu benar-benar menjadi khalifah di muka bumi.

Demikianlah tupoksi yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh semua pemimpin atau khalifah pada posisi di semua bidang atau wilayah kehidupan. Dengan kata lain, semua orang pada posisi yang diduduki dalam kehidupannya, menyelenggarakan dan mempertanggung-jawabkan tupoksi yang disandangnya. Untuk mampu menyelenggarakan dengan baik fungsi kepemimpinan / kekhalifahan, seseorang mau tidak mau harus menguasai segenap kemampuan ataupun kompetensi dalam bidang / wilayah yang menjadi kekuasaannya itu dan mengimplementasikan dalam rangka keseluruhan lima-me. Untuk itu semuanya perilaku yang berkarakter-cerdas adalah tumpuan untuk suksesnya kelima-me yang dimaksud ).

Catatan:
Kondisi anti-KDMB sebagaimana digambarkan di atas merupakan kondisi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada siapapun juga. Kondisi anti-KDMB menimbulkan hal-hal yang bersifat anti-kemaslahatan, kemudharatan, kedholiman, dan bahkan kerusakan di muka bumi yang semuanya merupakan tindakan tercela  yang membuahkan dosa.


B.    Tugas Kekhalifahan Pendidik

Bidang pendidikan banyak memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk berposisi sebagai pendidik yang berkualitas KDMB. Pada dekade awal abad ke-20 Pemerintah Republik Indonesia telah mulai menata berbagai posisi dalam bidang pendidikan melalui pemberlakuan sejumlah aturan legal perundangan, Antara lain sebagai berikut:

    UU No. 20/2003: Pasal 1 Butir 1
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 

    UU No. 20/2003: Pasal 1 Butir 6
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

    (UU No. 20 / 2003 Pasal 39 Ayat 2)
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
    UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Butir 4 :
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi


    (UU No.20 Tahun 2003 Penjelasan Pasal 15)
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian tertentu

    (PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28)
-    Ayat 1
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional

-    Ayat 2
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Dengan memenuhi berbagai ketentuan di atas, pendidik dapat menempati posisi pada lapangan kependidikan dalam berbagi jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sebagai guru, dosen, konselor misalnya, pendidik dapat menempati posisi pada satuan-satuan pendidikan formal tingkat dasar (SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB), tingkat menengah (SMA/MA/SMALB/SMK), dan tingkat tinggi (akademi/sekolah tinggi/universitas). Demikian pula, pendidik dapat memegang posisi pada jalur pendidikan non-formal dan informal. Bahkan konselor dapat memegang posisi pada kelembagaan/dinas negeri/sipil/militer/ swasta serta memegang posisi praktik mandiri. Pada setiap posisinya itu pendidik memegang dan dituntut mengaktualisasikan  status sebagai khalifah di muka bumi yang mau tidak mau harus menepati tupoksi yang menjadi kewenangannya dan mempertanggung-jawabkan kinerjanya itu secara penuh. Gambarannya adalah sebagai berikut.

1.    Tupoksi Pendidik

Dalam posisinya pada setting pendidikan tertentu, tupoksi pendidik sebagai KDMB adalah:

Tupoksi    Uraian

1.    Memahami   
1.    Memahami dengan sungguh-sungguh segenap aspek trilogi profesi pendidik (yaitu dasar keilmuan ilmu pendidikan, proses pembelajaran dengan segenap subtansi profesi dan kekhalifahannya, serta praktik profesi secara konsisten dan berkelanjutan) sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan unggul pendidikan pada posisi di lapangan tempat penugasannya.
2.    Memahami dan menguasai berbagai aspek operasional yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan pelaksanaan tupoksinya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya untuk mampu berkehidupan sejahtera, bahagia dan berkarakter-cerdas.

3.    Memaknai bahwa kedudukan dan tupoksinya tidak boleh disalahgunakan, melainkan harus dilaksanakan dengan penuh komitmen, kejujuran dan dedikasi, serta harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya.


2.    Mengusai   
1.    Mendapatkan pengangkatan dari pihak yang berkewenangan dalam memberikan kuasa untuk bertugas pada posisi kependidikan tertentu ).

2.    Menerima penugasan atau pengang-katan dengan tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangannya, disertai tekad untuk melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

3.    Ikhlas menerima tanggung jawab dan dengan tulus bertekad melaksanakan kinerja yang terbaik.


3.    Memanfaatkan   
1.    Memanfaatkan sebesar-besarnya segenap sarana dan prasarana serta kesempatan yang ada untuk terselengga-rakannya kinerja kependidikan / pembelajaran yang optimal, efektif dan efisien, yaitu pelayanan unggul pendidikan.

2.    Memanfaatkan kondisi dan potensi yang ada pada diri peserta didik dan pihak-pihak terkait (seperti orang tua) untuk mengembangkan potensi tersebut secara optimal.

3.    Memanfaatkan kondisi dan potensi lingkungan, termasuk bekerjasama dengan berbagai pihak untuk sebesar-besarnya kesuksesan program pembelajaran dan pengembangan peserta didik.
4.    Memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi pada umumnya, khususnya dalam bidang pendidikan untuk sebesar-besarnya pengembangan potensi peserta didik.

5.    Memanfaatkan segenap potensi diri sendiri untuk sebesar-besarnya sukses dalam berkinerja dan memperoleh balikan yang berguna bagi penyempurnaan tugas pekerjaannya.

6.    Memanfaatkan segenap kemungkinan kemudahan yang dapat diperoleh, termasuk petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa demi keberhasilan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.


4.    Memelihara dan mengembang-kan    
1.    Menjaga keutuhan, kebermanfaatan dan ketinggian mutu semua unsur dan kelengkapan yang digunakan atau dapat digunakan sehingga tidak rusak atau mubadzir, tidak berguna atau salah penggunaan.

2.    Berorientasi nilai tambah tanpa memaksakan penggunaan sesuatu melebihi kemampuannya.
3.    Sejauh mungkin menambah dan/atau memperluas fasilitas dan kesempatan ataupun kemungkinan yang ada demi suksesnya tupoksi dan sasaran layanan.

4.    Menjaga nama baik posisi yang dimaksud dengan berbagai aspek positifnya.


5.    Melestarikan   
1.    Berorientasi ke depan untuk pengem-bangan bidang sesuai dengan posisi yang dimaksud.

2.    Mengantisipasi apa yang akan terjadi, sehingga mampu meminimalisasi ke-mungkinan negatif dan mengoptimalkan yang positif demi tetap berlangsungnya dan berkembangnya posisi yang dimaksud.

3.    Mengestafetkan kompetensi dan berbagai nilai positif kepada pihak lain untuk terus diimplementasikan dalam kadar yang semakin berkembang.

4.    Memupuk kader yang akan mampu melanjutkan kinerja positif dalam posisi yang dimaksud.
2.    Pertanggungjawaban Pendidik

Yaitu pertanggungjawaban kepada:

a.    Nasabah atau peserta didik. Keberhasilan peserta didik hendaknya seoptimal mungkin, sehingga mereka (dan pihak-pihak terkait, seperti keluarganya) benar-benar merasa sukses dan dengan syahdu serta suka cita menyanyikan dalam hatinya lagu “Himne Guru”, serta berkehidupan yang membahagiakan di dunia dan akhirat.

b.    Atasan. Implementasi tupoksi dipertanggungjawabkan kepada atasan, seperti kepada kepala satuan pendidikan, dalam kualitas yang terbaik.

c.    Ilmu/Profesi. Secara tepat, komprehensif dan konsisten mengimplementasikan kaidah-kaidah keilmuan/profesi; dalam arti menyelenggarakan PENDIP (Pendidikan dengan Ilmu Pendidikan) secara penuh, menghindari sejauh mungkin tanda-tanda PENTIP (Pendidikan tanpa Ilmu Pendidikan) dan gejala yang mengarah kepada malapraktik dan kecelakaan pendidikan.


d.    Diri sendiri. Berkinerja sebaik dan seoptimal mungkin; menghindari sejauh mungkin kesalahan/kekeliruan yang menciptakan dosa, dan mengamalkan sebanyak mungkin kebaikan yang membuahkan pahala.

e.    Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab tertinggi untuk mendapatkan ampunan, tambahan kasih sayang, petunjuk dan kemudahan; berserah diri dalam berusaha keras untuk sukses, bersyukur dalam memperoleh hasil yang baik, dan ikhlas untuk segala sesuatu yang terjadi dan diperoleh berkenaan dengan kinerja yang dilaksanakan.

Demikianlah tupoksi pendidik sebagai KDMB. Profesionalisasi pendidik terlaksana dengan sebaik-baiknya sehingga terselenggara PENDIP secara penuh dan terhindar dari kondisi PENTIP. Kinerja pendidik sebagai KDMB dalam posisi kependidikan yang menyajahterakan dan membahagiakan semua pihak, terutama peserta didik, dan dapat dipertanggungjawabkan secara penuh kepada siapapun dan puncaknya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Undang-undang Dasar NKRI tugas kependidikan itu adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan yang KDMB adalah orang-orang yang cerdas dan berkarakter sesuai dengan keseluruhan posisi, tupoksi dan kinerjanya itu.



































LAMPIRAN

BUTIR-BUTIR KARAKTER-CERDAS
KANDUNGAN LIMA FOKUS NILAI-NILAI
KARAKTER-CERDAS

A.    BERIMAN DAN BERTAKWA

1.    Beragama: percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.    Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan sesuai dengan agama yang dianut, yaitu berbuat kebaikan/kebajikan dan menghindari berbuat salah/kejahatan
3.    Amanah
4.    Bersyukur
5.    Ikhlas

B.    JUJUR

6.    Berkata apa adanya
7.    Berbuat atas dasar kebenaran
8.    Membela kebenaran
9.    Bertanggung jawab
10.    Memenuhi kewajiban dan menerima hak
11.    Lapang dada
12.    Memegang janji

C.    CERDAS

13.    Aktif/dinamis
14.    Terarah/berpikir logis
15.    Analisis dan objektif
16.    Mampu memecahkan masalah/ menemukan solusi
17.    Kreatif: menciptakan hal baru
18.    Berpikiran maju
19.    Konsisten
20.    Berpikir positif
21.    Terbuka

D.    TANGGUH

22.    Teliti
23.    Sabar/mengendalikan diri
24.    Disiplin
25.    Ulet/tidak putus asa
26.    Bekerja keras
27.    Terampil
28.    Produktif
29.    Beorientasi nilai tambah
30.    Berani berkorban
31.    Tahan uji
32.    Berani menanggung resiko
33.    Menjaga K3 (kelengkapan, kesehatan, dan keselamatan kerja)¬¬

E.    PEDULI

34.    Mematuhi peraturan/hukum yang berlaku
35.    Sopan/Santun
36.    Loyal dengan menaati perintah sesuai dengan tugas dan kewajiban
37.    Demokratis
38.    Sikap kekeluargaan
39.    Gotong royong
40.    Toleransi/suka menolong
41.    Musyawarah
42.    Tertib/menjaga ketertiban
43.    Damai/antikekerasan
44.    Pemaaf
45.    Menjaga kerahasiaan

45 BUTIR WUJUD PENGAMALAN
PANCASILA

(Pengembangan dari 36 Butir Wujud Pengamalan Pancasila,
oleh BP-7 Pusat)
A.    KETUHANAN YANG MAHA ESA

1.    Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.    Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

B.    KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

8.    Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
9.    Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya
10.    Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
11.    Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
12.    Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
13.    Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
14.    Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
15.    Berani membela kebenaran dan keadilan.
16.    Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
17.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.




C.    PERSATUAN INDONESIA
18.    Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
19.    Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
20.    Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
21.    Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
22.    Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
23.    Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
24.    Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.


D.    KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN

25.    Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
26.    Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
27.    Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
28.    Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
29.    Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebaga hasil musyawarah.
30.    Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
31.    Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
32.    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
33.    Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan  bersama.
34.    Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

E.    KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
35.    Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
36.    Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
37.    Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
38.    Menghormati hak orang lain.
39.    Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
40.    Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
41.    Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan bergaya hidup mewah.
42.    Tidak menggunakan hal milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
43.    Suka bekerja keras.
44.    Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermamfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
45.    Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar